KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji dan syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
petunjuk dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
praktikum mata kuliah keanekaragaman hayati ini.
Shalawat beserta
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membawa ilmu
dan memberi contoh tauladan yang baik untuk umat di dunia dan untuk di akhirat
kelak.
Saya menyadari
berbagai kelemahan, kekurangan, dan keterbatasan yang ada, sehingga tetap
terbuka kemungkinan terjadinya kekeliruan dan kekurangan dalam laporan
praktikum ini.Oleh karena itu, dengan tangan terbuka seraya terlebih dahulu
menyampaikan terimakasih, dan saya mengharapkan kritik serta saran dari para
bapak/ ibu yang memeriksa laporan ini.
Akhirnya, kepada
Allah jualah penulis menyerahkan diri serta memohon taufiq dan hidayah-Nya,
semoga laporan praktikum ini bisa dapat bermanfaat.
Pekanbaru, 04 januari
2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
1
DAFTAR
ISI.............................................................................................. 2
I.
PENDAHULUAN.............................................................................. 3
1.1 Latar Belakang................................................................................. 3
1.2 Tujuan laporan.................................................................................. 4
1.3 Waktu dan tempat............................................................................ 5
II.
PEMBAHASAN................................................................................. 2
2.1
Analisis vegetasi hutan.................................................................... 9
2.2 Teknik pembuatan herbarium.......................................................... 43
2.3 Inventarisasi serangga..................................................................... 55
2.4
Inventarisasi kupu-kupu.................................................................. 62
2.5 Konservasi
sumberdaya genetik...................................................... 69
III PENUTUP.......................................................................................... 73
3.1
Kesimpulan.................................................................................. 73
3.2
Saran........................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA................................................................................
73
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia memiliki berbagai
macam penggunaan lahan, mulai dari yang paling ekstensif misalnya agroforestri
kompleks yang menyerupai hutan, hingga paling intensif seperti sistem pertanian
semusim monokultur.Indonesia juga merupakan salah satu negara tropis yang
memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam
delapan negara mega biodiversitas di dunia, baik flora maupun fauna yang
penyebarannya sangat luas (Heriyanto dan Garsetiasih, 2004).
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 18 Tahun 1994 menyatakan bahwapotensi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya tersebut perlu dikembangkan dandimanfaatkan bagi sebesar-besarnya
kesejahteraan rakyat melalui upaya konservasisumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya, sehingga tercapai keseimbangan antaraperlindungan, pengawetan dan
pemanfaatan secara lestari. Keanekaragaman spesies,ekosistem dan sumberdaya
genetik semakin menurun pada tingkat yang membahayakan akibat kerusakan
lingkungan. Perkiraan tingkat kepunahan spesies di seluruh dunia berkisar
antara 100.000 setiap tahun, atau beberapa ratus setiap hari.Kepunahan akibat
beberapa jenis tekanan dan kegiatan, terutama kerusakan habitat pada lingkungan
alam yang kaya dengankeanekaragam hayati, seperti hutan hujan tropik dataran
rendah. Bahkan dalam kurun waktudua setengah abad yang akan datang diperkirakan
sebanyak 25% kehidupan akan hilang daripermukaan bumi. Hal tersebut disebabkan
oleh aktivitas manusia yang mengarah padakerusakan habitat maupun pengalihan
fungsi lahan. Kondisi tersebut sangat mengkhawatirkankarena kita ketahui
keanekaragaman hayati mempunyai peranan penting sebagai penyediabahan makanan,
obat-obatan dan berbagai komoditi lain penghasil devisa negara, jugaberperan
dalam melindungi sumber air, tanah serta berperan sebagai paru-paru dunia dan menjaga
kestabilan lingkungan (Budiman, 2004).
Kepunahan keanekaragaman
hayati sebagian besar karena ulah manusia.Kepunahan oleh alam, berdasarkan
catatan para ahli hanya sekitar 9% dari seluruh keanekaragamanhayati yang ada
dalam kurun waktu sejuta tahun.Saat ini, kepunahan keanekaragaman hayati di
daerah tropis akibat ulah manusia mencapai 1.000 sampai 10.000 kali laju
kepunahan yang terjadi secara alami (Alikodra dan Syaukani, 2004 dalam Widhiastuti,
2008).
Dalam mencegah berbagai masalah- masalah negatif yang disebabkan oleh
manusia atau yang lainnya tersebut perlu adanya pemanfaatan ekologi tumbuhan di
seluruh indonesia, atau penelitian hutan – hutan, tanaman masa kini, tanaman
masa lampau dan tanaman masa akan datang, itu perlu di teliti dan di data secara
statistik berupa vitalitas, prioditas dan stratifikasi.
Dalam ilmu
vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi
yang sangat membantu dalam mendeskripsikan suatu vegetasi sesuai dengan
tujuannya.Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring
dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus
diperhitungkan berbagai kendala yang ada.
Vegetasi
sebagai salah satu komponen dari ekosistem yang dapat menggambarkan pengaruh
dari kondisi-kondisi fakta lingkungan yang mudah di ukur dan nyata. Dalam
mendeskripsikan vegetasi harus di mulai dari suatu titik padang bahwa vegetasi
merupakan suatu pengelompokkan dari suatu tumbuhan yang hidup di suatu hidup
tertentu yang mungkin di karakterisasi baik oleh spesies sebagai komponennya
maupun oleh kombinasi dan struktur serta fungsi sifat-sifatnya yang
mengkarakterisasi gambaran vegetasi secara umum.
1.2 TUJUAN
Adapun beberapa tujuan pada praktikum ini ialah
senagai berikut :
1) Dapat
menganalisa, mendeskribsikan serta mengklasifikasikan vegetasi yang ada di
hutan adat larangan Kabupaten Kampar.
2) Mampu
memahami cara pembuatan herbarium, kaidah-kaidah serta manfaat tumbuhan yang
akan di buat herbarium.
3) Dapat
mengidentifikasi jenis, kerapatan serta keanekaragaman jenis serangga.
4) Dapat
mengidentifikasi keragaman jenis kupu-kupu yang ada di hutan adat larangan
Kabupaten Kampar.
1.3 WAKTU
DAN TEMPAT
Materi I
A. Waktu dan Tempat Praktikum
Analisis Vegetasi Hutan ini dilaksanakan pada
hari minggu, 9 dan 16 Desember 2012 dimulai pada pukul 08.00 WIB sampai dengan
selesai di Hutan UIN SUSKA Riaudan Hutan Larangan Adat Kampar.
MATERI II
A. Waktu dan Tempat Praktikum
Teknik Pembuatan Herbarium ini dilaksanakan pada Desember 2012
dimulai setelah melakukan penelitian materi I di Hutan UIN SUSKA Riau dan Hutan
Larangan Adat Kampar.
MATERI III
A. Waktu dan Tempat Praktikum
Inventarisasi
Serangga
ini dilaksanakan pada hari minggu, 9 dan 16 Desember 2012 dimulai pada pukul
08.00 WIB sampai dengan selesai di Hutan UIN SUSKA Riau dan Hutan Larangan Adat
Kampar
.
MATERI IV
A. Waktu danTempat Praktikum
Inventarisasi
Kupu-Kupu
ini dilaksanakan pada Desember 2012 dimulai setelah melakukan penelitian materi
I di Hutan UIN SUSKA Riau dan Hutan Larangan Adat Kampar.Tempat penelitiannya
yakni di lingkungan Fapertapet serta lingkungan Rektorat Uin Suska Riau.
Materi V
A.
WaktudanTempatPraktikum
Konservasi
Sumber Daya Genetik ini dilaksanakan pada Desember 2012 dimulai setelah
melakukan penelitian materi I di Hutan UIN SUSKA Riau dan Hutan Larangan Adat
Kampar.Penelitian juga di laksanakan di perpustakaan untuk mencari data
terkait.
1.4 METODELOGI
Ada
beberapa metode yang digunakan pada saat melakukan analisis, baik itu analisis
vegetasi ataupun variabel-variabel lainnya. Beberapa metode yang berkaitan
dengan praktikum plasma nutfah ini adalah sebagai berikut :
1)
Metode destruktif
Metode ini biasanya dilakukan
untuk memahami jumlah materi organik yang dapat dihasilkan oleh suatu komunitas
tumbuhan.Variable yang dipakai bisa diproduktivitas primer, maupun
biomasa.Dengan demikian dalam pendekatan selalu harus dilakukan penuain atau
berarti melakukan perusakan terhadap vegetasi tersebut.Metode ini umumnya
dilakukan untuk bentuk bentuk vegetasi yang sederhana, dengan ukuran luas
pencuplikan antara satu meter persegi sampai lima meter persegi. Penimbangan
bisa didasarkan pada berat segar materi hidup atau berat keringnya.Metode ini
sangat membantu dalam menentukan kualitas suatu padang rumput denan usaha
pencairan lahan penggembalaan dan sekaligus menentukan kapasitas tampungnya.
Pendekatan yang terbaik untuk metode ini adalah secara floristika, yaitu
didasarkan pada pengetahuan taksonomi tumbuhan.
2)
Metode nondestruktif
Metode ini dapat
dilakukan dengan dua cara pendekatan, yaitu berdasarkan penelaahan organism
hidup atau tumbuhan tidak didasarkan pada taksonominya, sehingga dikenal dengan
pendekatan non floristika. Pendekatan lainnya adalah didasarkan pada penelaahan
organism tumbuhan secara taksonomi atau pendekatan floristika.
3)
Metode non-floristica
Telah dikembangkan
oleh banyak pakar vegetasi. Seperti Du Rietz (1931), Raunkiaer (1934), dan
Dansereau (1951). Yang kemudian diekspresiakan oleh Eiten (1968) dan Unesco
(1973). Danserau membagi dunia tumbuhan berdasarkan berbagai hal, yaitu bentuk
hidup, ukuran, fungsi daun, bentuk dan ukuran daun, tekstur daun, dan
penutupan.Untuk setiap karakteristika di bagi-bagi lagi dalam sifat yang kebih
rinci, yang pengungkapannya dinyatakan dalam bentuk simbol huruf dan gambar.
Bentuk Hidup.
Metode ini, klasifikasi bentuk vegetasi, biasanya dipergunakan dalam pembuatan
peta vegetasi dengan skalakecil sampai sedang, dengan tujuan untuk
menggambarkan penyebaran vegetasi berdasarkan penutupannya, dan juga masukan
bagi disiplin ilmu yang lainnya (Syafei,1990).
Untuk memahami
metode non floristika sebaiknya kita kaji dasar-dasar pemikiran dari beberapa pakar tadi. Pada prinsipnya mereka
berusaha mengungkapkan vegetasi berdasarkan bentuk hidupnya, jadi pembagian
dunia tumbuhan secara taksonomi samasekali diabaikan,
mereka membuat klasifikasi tersendiri dengan dasar-dasar tertentu.
4)
Metode floristic
Metode ini didasarkan pada penelaahan organisme
tumbuhan secara taksonomi.Metode ini dapat
menentukan kekayaan floristika atau keanekaragaman dari berbagai bentuk
vegetasi.Penelaahan dilakukan terhadap semua populasi spesies pembentuk
masyarakat tumbuhan tersebut, sehingga pemahaman dari setiap jenis tumbuhan secara taksonomi adalah sangat dibutuhkan.Pelaksanaan metode floristic ini sangat ditunjang dengan variable-variabel yang diperlukan untuk
menggambarkan baik struktur maupun komposisi vegetasi, diantaranya adalah:
1.
Kerapatan, untuk
menggambarkan jumlah individu dari populasi sejenis.
2.
Kerimbunan,
variable yang menggambarkan luas penutupan suatu populasi di suatu kawasan, dan
bias juga menggambarkan luas daerah yang dikuasai oleh populasi tertentu atau
dominasinya.
3.
Frekuensi, variable
yang menggambarkan penyebaran dari populasi disuatu kawasan.
Variabel-variabel merupakan salah satu
dari beberapa macam variable yang diperlukan untuk
menjelaskan suatu bersifat kuantitatif, seperti statifikasi, periodisitas, dan
vitalitas.Berbagai metodelogi telah dikembangkan oleh para pakar untuk sampai
pada hasil seakurat mungkin, yang tentu disesuaikan dengan tujuannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
ANALISIS VEGETASI HUTAN
A.
Pendahuluan
Vegetasi yaitu kumpulan
dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada satu tempat di mana
antara individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik di
antara tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan
lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari
individu-individu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan di mana
individu-individunya saling tergantung satu sama lain, yang disebut sebagai
suatu komunitas tumbuh-tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan, 1978).
Menurut Marsono (1977), Vegetasi
merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang
hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama
tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun
vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu
sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis.
Vegetasi, tanah dan
iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang
spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain
karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis,
selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya.
Di Indonesia Perkembangan penelitian
Vegetasi sampai tahun 1980 telah dilaporkan oleh Kartawinata (1990), yang
mengevaluasi pustaka yang ada mengenai Vegetasi dan ekologi tumbuhan di
Indonesia, menunjukkan bahwa bidang ini belum banyak diteliti. Banyak dari
informasi tentang ekologi tumbuhan dalam berbagai pustaka seperti serie buku
Ekologi Indonesia (misalnya MacKinnon dkk., 1996 dan Whitten dkk.,1984)
berdasarkan berbagai penelitian di Malaysia.
Para pakar ekologi memandang vegetasi
sebagai salah satu komponen dari ekosistem, yang dapat menggambarkan pengaruh
dari kondisi-kondisi faktor lingkungn dari sejarah dan pada fackor-faktor itu
mudah diukur dan nyata.Dengan demikian analisis vegetasi secara hati-hati
dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan informasi yang berguna tentang
komponen-komponen lainnya dari suatu ekosistem.Ada dua fase dalam kajian
vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing
menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan.
Metode manapun yang dipilih yang penting
adalah harus disesuaikan dengan tujuan kajian, luas atau sempitnya yang
ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini
adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi secara alami itu
sendiri (Webb, 1954).
Pakar ekologi dalam
pengetahuan yang memadai tentang sistematik tumbuhan berkecenderungan untuk
melakukan pendekatan secara floristika dalam mengungkapkan sesuatu vegetasi,
yaitu berupa komposisi dan struktur tumbuhan pembentuk vegetasi tersebut.Pendekatan kajian pun sangat tergantung pada permasalahan apakah bersifat
autokelogi atau sinetologi, dan juga apakah menyangkut masalah produktifitas
atau hubungan sebab akibat. Pakar autekologi biasannya memerlukan pengetahuan
tentang kekerapan atau penampakan dari suatu spesies tumbuhan, sedangkan pakar
sinekologi berkepentingan dengan komunitas yaitu problema yang dihadapi
sehubungan dengan keterkaitan antara alam dengan variasi vegetasi. Pakar
ekologi produktifitas memerlukan data tentang berat kering dan kandungan kalori
yang dalam melakukannya sangat menyita waktu dan juga bersifat
destruktif.
Deskripsi vegetasi
juga memerlukan bagian yang integral dengan kegiatan survey sumber daya alam,
misalnya sehubungan dengan inventarisasi kayu untuk balok dihutan, dan menelaah
kapasitas tampung suatu lahan untuk tujuan ternak atau pengembalaan.Pakar
tanah, dan sedikit banyak pakar geologi dan pakar iklim tertarik dengan
vegetasi sebagai ekspresi dari factor-faktor yang mereka pelajari.Dalam
mendiskripsikan suatu vegetasi haruslah dimulai dari suatu titik pandang bahwa
vegetasi merupakan suatu pengelompokan dari tumbuh-tumbuhan yang hidup bersama
didalam suatu tempat tertentu yang mungkin dikarakterisasi baik oleh spesies
sebagai komponennya, maupun oleh kombinasi dari struktur dan fungsi
sifat-sifatnya yang mengkarakterisasi gambaran vegetasi secara umum atau
fisiognomi.
Analisis
vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi
secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan,
stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan
data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari
penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh
informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.
Menurut Soerianegara dan
Indrawan (1978) yang dimaksud analisis vegetasiatau studi komunitas adalah
suatu cara mempelajari susunan (komposisi jenis) danbentuk (struktur) vegetasi
atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Cain dan Castro(1959) dalam Soerianegara
dan Indrawan (1978) menyatakan bahwa penelitian yangmengarah pada analisis
vegetasi, titik berat penganalisisan terletak pada komposisijenis atau
jenis.Struktur masyarakat hutan dapat dipelajari dengan mengetahuisejumlah
karakteristik tertentu diantaranya, kepadatan, frekuensi, dominansi dan
nilaipenting.
Berdasarkan
tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan ke dalam 3
kategori yaitu :
1)
Pendugaan
komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan
dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda.
2)
Menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal.
3)
Melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan
tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983).
Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-petak
pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Menurut Soerianegara (1974) petak-petak tersebut dapat
berupa petak tunggal, petak ganda ataupun berbentuk jalur atau dengan metode
tanpa petak. Pola komunitas dianalisis dengan metode ordinasi yang menurut
Dombois dan E1lenberg (1974) pengambilan sampel plot dapat dilakukan dengan
random, sistematik atau secara subyektif atau faktor gradien lingkungan
tertentu.
Dalam mengerjakan
analisis vegetasi ada dua nilai yang di amati , yaitu nilai ekonomi dan nilai
bologi. Nilai ekonomi suatu vegetasi dapat dilihat dari potensi
vegetasi-vegetasi tersebut untuk mendatangkan devisa seperti vegetasi seperti
vegetasi yang berupa pohon yang diambil kayunya atau vegetasi padang rumput
yang dapat dijadikan padang penggembangan ternak dan lain-lain. Sedangkan dalam
istilah biologi suatu vegetasi dapat dilihat peranan vegetasi tersebut.,
seperti vegetasi hutan yang dapat dijadiakan sumber pakan , relung, ekologi (
tempat istirahat, bercengkrama, bermijah beberapa jenis hewan ), pengatur
iklim, pengatur tata aliran air dan indicator untuk beberapa unsur tanah dan
lain-lain.Dalam mempelajari vegetasi , dibedakan antara studi floristic dengan
analisis vegetasi, dibedakan antara studi floristic denan analisis vegetasi.
Pada studi floristic data yang diperoleh berupa data kualitatif, yaitu data
yang menunjukan bagaimana habtus dan penyebaran suatu jenis tanaman.Sedangkan
analisis vegetasi data yang diperoleh berupa data kualitatif dan kuantiatif.
Data kuantitatif menyatakan jumlah , ukuran , berat kering , berat basah suatu
jenis. Frekuensi temuan dan luas daerah yang ditumbhinya.Data kuantitatif di
dapat dari hasil penjabaran pengamatan petak contoh lapangan, sedangkan data
kualitatif didapat dari hasil pengamatan dilapangan berdasarkan pengamatan yang
luas.Parameter kualitatif dalam pengamatan ini yaitu Fisiognomi, Fenologi,
Periodisitas, Stratifikasi, Kelimpahan, Penyebaran, Daya hidup, dan Bentuk
Pertumbuhan. Sedangkan Parameter kuantitatif dalam pengamatan atau analisis ini
Densitas, Luas penutupan,Indeks Nilai Penting (INP), Dominansi, Frekuensi, dan
lain-lain.
Dengan sampling,
seorang peneliti/surveyor dapat memperoleh informasi/data yang diinginkan lebih
cepat dan lebih teliti dengan biaya dan tenaga lebih sedikit bila dibandingkan
dengan inventarisasi penuh (metoda sensus) pada anggota suatu populasi.
Komponen tumbuh-tumbuhan
penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari :
a)
Belukar (Shrub) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki
tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.
b)
Epifit (Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya
pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-parasit.
c)
Paku-pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki
rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai
daun.
d)
Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan
biasanya tinggi; tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1
meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
e)
Pemanjat (Climber) : Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri
sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau
belukar.
f)
Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai
rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok,
tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang
kadang-kadang keras.
g)
Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu
batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.
Untuk tingkat pohon dapat
dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu :
a)
Semai (Seedling) : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang
dari 1.5 m.
b)
Pancang (Sapling) : Permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai anakan berdiameter
kurang dari 10 cm.
c)
Tiang (Poles) : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.
Adapun parameter vegetasi yang
diukur dilapangan secara langsung adalah :
1)
Nama jenis (lokal
atau botanis)
2)
Jumlah individu
setiap jenis untuk menghitung kerapatan
3)
Penutupan tajuk
untuk mengetahui persentase penutupan vegetasi terhadap lahan
4)
Diameter batang
untuk mengetahui luas bidang dasar dan berguna untuk menghitung volume pohon.
5)
Tinggi pohon, baik
tinggi total (TT) maupun tinggi bebas cabang (TBC), penting untuk mengetahui
stratifikasi dan bersama diameter batang dapat diketahui ditaksir ukuran volume
pohon.
B.
Macam-Macam Metode Analisis Vegetasi
Dalam ilmu vegetasi
telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang
sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan
tujuannya.Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring
dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus
diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).
C.
Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk melihat komposisi jenis dan
struktur tegakan hutan.
D.
Alat dan
bahan
Ø Peta
lokasi
Ø Tali
plastic ( 60 m per regu )
Ø Meteran
10 m atau 20 m
Ø Kompas
Ø Tally
sheet dan alat tulis
Ø Pengenal
pohon
E.
Metode
Kegiatan
di lapangan adalah sebagai berikut :
1. Kegiatan
analisis di lakukan secara berkelompok .kelompok terdiri dari pembersih arel,
penunjuk arah, pengukur pohon, pengukur semai, pengukur tiang, pengukur
pancang, pengenal pohon , pembawa perbekalan.
2. Menentukan
lokasi jalur yang akan disurvey ( unit contoh ) di atas peta, panjang masing –
masing jalur di tentukan berdasarkan lebar hutan ( dalam survey ini panjang
jalur 500 m per regu ). Jalur di buat dengan arah tegak lurus garis kontur (
memotong garis kontur ).
3. Membuat
contoh unit jalur seperti gambar 1.
4. Mengidentifikasikan
jenis , jumlah serta mengukur diameter ( DBH) dan tinggi ( tingggi total dan
bebas cabang) untuk tingkat tiang dan pohon . sedangkan untuk tingkat semai dan
pancang hanya mengidentifikasi jenis dan jumlahnya saja. Data hasil pengukuran
di catat dalam tally sheet . dalam kegiatan survey ini di gunakan criteria
pertumbuhan sebagai berikut :
a. Semai
adalah anakan pohon mulai kecambah sampai setinggi <1,5 m
b. Pancang
adalah anakan pohon yang tingginya ≥ 1,5 m dan diameter < 7 cm
c. Tiang
adalah pohon muda yang diameternya nya ≥ 7 cm sampai diameter < 20 cm
d. Pohon adalah
pohon dewasa berdiameter ≥ 20 cm
Gambar 1 .model traksek / petak dalam analisis vegetasi
5.
Penentuan langsung daerah
sampel di kawasan kampus UIN SUSKA riau / hutan larangan adat dengan cara
mengekplorasi areal tersebut dengan tujuan untuk menegetahui homogenitas areal
tersebut dengan tujuan untuk mengetahui homogenitas nephentes.
6.
Menentukan jumlah plot atau
petak contoh agar mewakili daerah penelitian dengan cara menetapkan ukuran plot
5x5 diambil secara zig- zag pada masing – masing lokasi.
7.
Melakukan pencatatan spesies
dan jumlah spesies nephentes yang di
temukan pada masing – masing plot.
8.
Pengambilan gambar dengan
kamera bagian seluruh tanaman , seperti batang , daun,kantung dan bunga( jika
ada).
9.
Data yang di peroleh diolah
dengan menggunakan formulasi metode petak kuadrat untuk menghitung besarnya
kerapatan ( individu / ha) , frekuensi
dan dominasi (m2/ha) dan indeks nilai penting (INP) dari masing – masing jenis.
1)
Kerapatan jenis
Kerapatan ( K) = ∑ individu
luas
petak contoh
Kerapatan relative (KR) = K suatu jenis
K total seluruh jenis x 100%
2)
Frekuensi
Frekuensi (F) = ∑ sub petak yang ditemukan suatu spesies
∑ seluruh sub petak contoh
F relatif (FR) = F suatu jenis
F total seluruh
jenis x 100%
3)
Domonasi
Dominasi (D) = luas bidang dasar suatu spesies
luas petak contoh
D relatif = D suatu jenis
D total seluruh jenis
x100%
4)
Indeks nilai penting
Indeks nilai penting = KR + FR + DR
Volume pohon
Untuk menghitung volume pohon digunakan rumus sbb :
Dimana :
V = volume pohon bebas cabang (m3)
Î = konstanta (3,141592654)
D= diameter pohon setinggi dada/ 130 cm atau 20 cm di atas banir
(cm2)
T= tinggi pangkal tajuk dikurangi tinggi banir (m)
F= angka bentuk pohon (0,6 )
Untuk mengetahui
keanekaragaman vegetasi di areal hutan digunakan beberapa indeks sebagai
berikut :
a.
Indeks Simpson’s
Formula yang digunakan untuk melihat keragaman simpson’s
adalah :
Ket :
D =
Indekks Simpson’s
Pi =
Kelipatan Relatif Dari spesies ke-1
Pi2 =
(Ni/Nt)2
Ni =
Jumlah Individu Spesies
Nt =
Jumlah total untuk semua individu
- Indeks Sannon_Wiener
Formula
yang digunakan untuk melihat indeks keragaman Indeks Sannon_Wieneradalah :
Ket :
D :
Indeks Sannon_Wiener
Pi :
Kelipatan relatif dari spesies Ke-1
Pi2 :
(Ni/Nt)2
Ni :
Jumlah individu spesies
Nt :
Jumlah total untuk semua indiviidu
F. HASIL
PENGAMATAN
JALUR 1
1.
PETAK 2 x 2
2.
PETAK 5 x 5
3.
PETAK 10 x 10
4.
PETAK 20 x 20
JALUR 2
1.
PETAK 2 x 2
2.
PETAK 5 x 5
3.
PETAK 10 x 10
4.
PETAK 20 x 20
JALUR
3
1.
PETAK 2 x 2
2.
PETAK 5 x 5
3.
PETAK 10 x 10
4.
PETAK 20 x 20
JALUR
4
1.
PETAK 2 x 2
2.
PETAK 5 x 5
3.
PETAK 10 x 10
4.
PETAK 20 x 20
JALUR
5
1.
PETAK 2 x 2
2.
PETAK 5 x 5
3.
PETAK 10 x 10
4.
PETAK 20 x 20
JALUR
6
1.
PETAK 2 x 2
2.
PETAK 5 x 5
3.
PETAK 10 x 10
4.
PETAK 20 x 20
A.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil praktikum yang kami jalani, diketahui
bahwa banyak tumbuhan yang berbeda-beda jenis di setiap Jalur bahkan di setiap
Plot. Keragaman ini menunjukkan begitu banyaknya jumlah vegetasi yang ada di
Hutan Larangan Adat Kampar. Namun ada di sebagian jalur yang memiliki kondisi
kurangnya jumlah tanaman yang tumbuh baik.
Hal ini disebabkan karena kondisi petakan yang sedikit mengalami
kerusakan. Bahkan tidak jarang ditemukan di beberapa jalur itu yang mendapati
pohon-pohon tua besar dan sudah mati. Seluruh individu tumbuhan pada setiap
sub-petak tingkat pertumbuhan akan diidentifikasi, dihitung jumlahnya.
Namun khusus untuk tingkat pohon, akan diukur diamater
pohon tersebut, yakni diameter batang pada ketinggian 1 m dari atas permukaan
tanah atau 10 cm di atas banir atau akar tunjang, apabila banir atau akar
tunjang tertinggi terletak pada ketinggian 1 m atau lebih. Untuk keperluan
identifikasi jenis, diambil material herbarium setiap jenis, berupa setangkai
daun berbunga dan atau berbunga. Material herbarium tersebut selanjutnya
diproses di pihak kelompok untuk identifikasi.
Lokasi penelitian termasuk dalam tipe ekosistem dataran
tinggi. Keanekaragaman jenis tumbuhan di berbagai zonasi pemanfaatan
bervariasi, semakin jauh dengan pemukiman mempunyai diversitas jenis yang
semakin tinggi. Pada areal Hutan Larangan Adatini memiliki produksi yang
tingkat kerusakan hutan lebih tinggi dibandingkan hutan lindung, karena
masyarakat dengan mudah dapat memasuki kawasan tersebut dan jaraknya dari
pemukiman tidak terlalu jauh.
Pada tabel diatas terdapat perbedaan yang jelas diantara
jalur 1 hingga 6, pada masing-masing jalur memiliki bermacam-macam spesies.
Pada jalur 1 hingga jalur 6 terdapat spesies yang sama dan yang berbeda.
Analisis vegetasi dapat dilakukan denghan macam metode
dengan petak dan tanpa petak. Parameter-parameter vegetasi dalam metode petak
kuadrat antara lain : kerapatan jenis, frekuensi jenis, dominansi jenis dan
indeks nilai penting.
Untuk mengetahui keanekaragaman vegetasi di areal hutan
dapat digunakan indekas keragaman simpson’s dan indeks shannon_wienner.
Dengan adanya kegiatan analisis vegetasi, dapat diketahui
komposisi jenis dan struktur tegakan hutan alam.
B.
KESIMPULAN
Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang
tumbuh bersama-sama pada satu tempat di mana antara individu-individu
penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik di antara tumbuh-tumbuhan maupun
dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut. Dengan
kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individu –individu tumbuhan
melainkan membentuk suatu kesatuan dimana individu-individunya saling
tergantung sama lain, yang disebut juga sebagai suatu komunitas
tumbuh-tumbuhan.
Analisis vegetasi dapat dilakukan denghan macam metode
dengan petak dan tanpa petak. Parameter-parameter vegetasi dalam metode petak
kuadrat antara lain : kerapatan jenis, frekuensi jenis, dominansi jenis dan
indeks nilai penting.
Untuk mengetahui keanekaragaman vegetasi di areal hutan
dapat digunakan indekas keragaman simpson’s dan indeks shannon_wienner.
Dengan adanya kegiatan analisis vegetasi, dapat diketahui
komposisi jenis dan struktur tegakan hutan alam.
2.2 TEKNIK PEMBUATAN HERBARIUM
A.
PENDAHULUAN
Herbarium berasal dari kata “hortus
dan botanicus”, artinya kebun botani yang dikeringkan.Secara sederhana yang
dimaksud herbarium adalah koleksi specimen yang telah dikeringkan, biasanya disusun
berdasarkan sistem klasifikasi. Fungsi herbarium secara umum antara lain :
1. Sebagai
pusat referensi; merupakan sumber utama untuk identifikasi tumbuhan bagi para
ahli taksonomi, ekologi, petugas yang menangani jenis tumbuhan langka, pecinta
alam, para petugas bergerak dalam konservasi alam.
2. Sebagai
lembaga dokumentasi, merupakan koleksi yang mempunyai nilai sejarah, seperti
tipe dari taksa baru, contoh penemuan baru, tumbuhan yang mempunyai nilai
ekonomi dan lain-lain.
3. Sebagai
pusat penyimpanan data; ahli kimia memanfaatkannya untuk mempelajari alkaloid,
ahli farmasi menggunakan untuk mencari bahan ramuan untuk obat kanker, dan
sebgainya.
Material herbarium yang diambil
harus memenuhi tujuan pembuatan herbarium, yakni untuk identifikasi dan
dokumentasi.Dalam pekerjaan identifikasi tumbuhan diperlukan ranting, daun,
kuncup, kadang-kadang bunga dalam satu kesatuan.Material herbarium yang lengkap
mengandung ranting, daun muda dan tua, kuncup muda dan tua yang mekar, serta
buah muda dan tua.
Material herbarium dengan bunga dan
buah jauh lebih berharga biasanya disebut dengan herbarium fertile, sedang
material herbarium tanpa bunga dan buah disebut herbarium steril. Untuk
keperluan dokumentasi ilmiah dianjurkan agar dibuat material herbarium fertile
dan untuk setiap nomor koleksi agar dibuat beberapa specimen sebagai duplikat
(tiga specimen atau lebih per nomor koleksi) .
Persiapan koleksi yang baik
dilapangan merupakan aspek penting dalam praktek pembuatan herbarium.Specimen
herbarium yang baik harus memberikan informasi terbaik mengenai tumbuhan
tersebut kepada para peneliti. Dengan kata lain, suatu koleksi tumbuhan harus
mempunyai seluruh bagian tumbuhan dan harus ada keterangan yang memberikan
seluruh informasi yang tidak nampak pada specimen herbarium.
Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam mengoleksi tumbuhan antara lain:
1. Tumbuhan
kecil harus dikoleksi seluruh organnya.
2. Tumbuhan
besar atau pohon, dikoleksi sebagian cabangnya dengan panjang 30-40 cm nyang
mempunyai organ lengkap: daun (minimal punya 3 daun untuk melihat phylotaksis),
bunga dan buah, diambil dari satu tumbuhan. Untuk pohon yang sangat tinggi,
pengambilan organ generatifnya bisa dilakukan dengan galah, katapel atau
menggunakan hewan, misalnya beruk.
3. Untuk
pohon atau perdu kadang-kadang penting untuk mengkoleksi kuncup (daun baru)
karena kadang-kadang stipulanya mudah gugur dan brakhtea sering ditemukan hanya
pada bagian-bagian yang muda.
4. Tumbuhan
herba dikoleksi seluruh organnya kecuali untuk herba besar seperti Araceae.
5. Koleksi
tumbuhan hidup; dianjurkan untuk ditanam di kebun botani dan rumah kaca. Contoh
:
a. Epifit,
anggrek; akarnya dibungkus dengan lumut, akar-akar pake, serat kelapa.
b. Bij-biji
tumbuhan air disimpan dalam air.
c. Biji-biji
kapsul kering jangan diambil dari kapsulnya.
Catatan lapangan segera dibuat
setelah mengkoleksi tumbuhan, berisi keterangan-keterangan tentang ciri-ciri
tumbuhan tersebut yang tidak terlihat setelah specimen kering. Beberapa
keterangan yang harus dicantumkan antara lain: lokasi, habitat, habit, warna
(buah dan bunga), bau, eksudat, pollinator (kalau ada), pemanfaatan secara
lokal, nama daerah dan sebagainya. Bersamaan dengan pencatatan identitas
tumbuhan tersebut, perlu juga dibuatkan segera label gantung yang diikatkan
pada material herbarium. Satu label untuk satu specimen. Pada setiap label
gantung ditulis kode (singkatan nama), kolektor (pengumpul), nomor koleksi,
nama lokal (daerah) tumbuhan yang dikumpulkan, lokasi pengumpulan dan tanggal.
Dianjurkan pula untuk penulisan pada label gantung tersebut menggunakan pensil
agar tulisan tidak larut bila terkena siraman alkohol atau spritus.
Ada dua cara yang memungkinkan
dalam pembuatan herbarium di lokasi pengumpulan, yaitu cara basah dan kering.
Cara basah, yaitu material herbarium yang telah dikoleksi dimasukan dalam
lipatan kertas koran dan disiram dengan alkohol 75%. Sedangkan cara kering
dapat dilakukan dengan dua proses, yaitu :
a. Pengeringan
langsung, yakni tumpukan material herbarium yang tidak terlalu tebal dipres
didalam sasak, kemudian dikeringkan diatas tungku pengeringan dengan panas yang
diatur. Pengeringan harus segera dilakukan karena jika terlambat akan
mengakibatjan material herbarium rontok daunnya dan cepat menjadi busuk.
b. Pengeringan
bertahap, yakni material herbarium terlebih dahulu dicelupkan didalam air
mendidih sekitar 3 menit, kemudian dirapikan lalu dimasukkan kedalam lipatan
kertas koran. Selanjutnya di tumpuk dan dipres, dijemur dan dikeringkan diatas
tungku pengeringan. Selama proses pengeringan material herbarium itu harus sering
diperiksi dan diupayakan agar pengeringan merata.
B.
TUJUAN
Praktikum
ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan herbarium.
C.
ALAT
DAN BAHAN
a. Alat
untuk mengambil material herbarium: pisau, parang, kampak, gunting, stek. Galah
berpisau, skop (untuk tema).
b. Alat
pembungkus material herbarium: kertas koran, karung plastik besar, kantong
plastik berukuran 40x60 cm, tali plastik dan hekter, serta sasak kayu dari
bambu ukuran 30 x 50 cm untuk pengepresan.
c. Alat
tulis: kertas label gantung (dari kertas manila ukuran 3 x 5 cm ), tally sheet,
pensil, buku catatan dan alat tulis lainnya.
d. Alkohol
96 % atau spritus (1 liter untuk ± 30 specimen)
e. Alat
pelengkap lainnya, kamera digital , pita ukur.
D.
METODE
1. Pengambilan
specimen di lapangan
Specimen
yang diambil sebaiknya dalam kondisi fertile, yaitu semua organ-organ tumbuhan
terwakili mulai umbi, akar, batang, daun, buah dan bunga.Apabila tidak
memungkinkan cukup diwakili oleh batang, buah, dan bunga. Adapun langkah
kerjanya sebagai berikut:
a. Dipilih
specimen yang masih segar dan sedang berbunga.
b. Untuk
jenis rumput dan tumbuhan herba, tanah disekitar specimen digali umtuk
memudahkan pengambilan specimen serta supaya akar-akarnya tidak patah.
c. Beri
label gantung dan rapikan material herbarium, kemudian dimasukkan kedalam
lipatan kertas koran. Satu lipatan koran untuk satu specimen (contoh). Tidak
dibenarkan menggabungkan beberapa specimen di dalam satu lipatan kertas.
d. Selanjutnya,
lipatan kertas koran yang berisi material herbarium tersebut ditumpuk satu
diatas yang lainnya. Tebal tumpukan disesuaikan dengan daya muat kantong
plastik (40 x 60) yang akan digunakan.
e. Tumpukan
tersebut dimasukkan kedalam kantong plastik dan kemudian disiram dengan alkohol
96% atau spritus sampai seluruh bagian tumpukan tersiram secara merata,
kemudian kantong plastik ditutup rapat dengan selotip atau hekter supaya
alkohol atau spritus tidak menguap ke luar kantong.
f. Catat
ciri spesifik masing-masing jenis dan dikumpulkan pada buku catatan.
2. Pengepresan
Pengepresan
adalah proses pengaturan specimen pada alat pengepresan yang terdiri dari
kertas koran , karton, sasak. Langkah kerjanya:
a. Specimen yang telah terkumpul
dikeluarkan dari kantong plastik dan lipatan koran.
b. Specimen kembali diatur diantara
kertas koran
c. Untuk specimen yang terlalu panjang,
batang dipatahkan membentuk huruf N atau A.
d. Pada saat pengepresan, kondisi
tumbuhan harus utuh, tidak diperbolehkan adanya bagian-bagian yang dikurangi.
e. Atur
posisi sebagian daun, sehingga daun tampak bagian permukaan atas dan bawah.
f. Atur
kertas-kertas koran yang telah berisi specimen tadi menjadi tumpukan sebanyak
10-15 specimen.
g. Lapisi
antar specimen tersebut menggunakan triplek dan ikat kuat-kuat.
3. Pengeringan
dan identifikasi
a. Tumpukkan
specimen yang telah disusun dalam sasak dijemur dibawah sinar matahari selama 3
hari atau dioven dengan suhu 800c selam 48 jam.
b. Material yang sudah kering di identifikasi
nama botaninya. Biasanya secara berturut-turut material tersebut termasuk suku
apa, marga dan jenis apa (nama lokal ataupun nama ilmiah), lokasi tempat
pengambilan, yanggal pengambilan, nama kolektor, ketinggian lokasi pengambilan.
c. Hasil
identifikasi ini dituliskan pada label identifikasi yang telah disiapkan. Dalam
hal ini harus diperhatikan agar nomor koleksi yang ditulis pada label
identifikasi sesuai dengan nomor koleksi pada label gantung.
4. Pengawetan
Material
herbarium yang telah di identifikasi kemudian diawetkan dengan cara sebagai
berikut:
a. Material
dicelupkan ke dalam larutan sublimat, yakni campuran alkohol 96% dan tepung
sublimat dengan perbandingan 50 gram sublimat dalam 1 liter alkohol. Pada
proses pengawetan ini dianjurkan agar menggunakan sarung tangan dan kain kasa
penutup hidung untuk menghindari cairan dan uap sublimat.
b. Material
yang sudah dicelup (sekitar 2 menit ) didalam larutan sublimat dimasukkan
kedalam lipatan kertas koran, kemudian beberapa material ditumpuk menjadi satu
dan ditaruh diantara 2 sasak, lalu diikat kencang.
c. Sasak
yang berisi material tersebut dimasukkan kedalam tungku pengeringan atau
dijemur sampai material menjadi kering.
5. Pengeplakan
a. Material
herbarium yang telah kering kemudian diplak atau ditempelkan pada kertas
gambar/karton yang kaku dan telah disterilkan. Bersamaan dengan pengeplakan dilakukan
pula pemasangan label identifikasi yang telah diisi. Dalam hal ini perlu
diperhatikan agar tidak terjadi salah pasang antara label identifikasi dengan
nomor koleksi herbarium yang bersangkutan.
b. Material
herbarium kering yang sudah diplak dan memiliki label identifikasi selanjutnya
bisa disimpan diruangan herbarium.
E.
Hasil
pengamatan
No
|
Gambar
|
Hasil
herbarium
|
Klasifikasi
|
||||||||||||||
1
|
|
|
|
||||||||||||||
2
|
|
|
Kingdom :
Planta
Divisi :
Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili :
Myrtaceae
Genus :
Melastoma
Spesies :
M. malabathricum
|
||||||||||||||
3
|
|
|
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Pteridophyta Kelas : Pteridopsida
Ordo :
Salviniales
Famili :Marsileaceae
Spesies
: Marsilea crenata
|
KETERANGAN :
1. PASAK
BUMI
Pasak
bumi dikenal sebagai salah satu tumbuhan obat yang cukup potensial. Tunbuhan
ini dikenal dengan beberapa nama lain sepert pasak bumi (Kalimantan), widara
putih (Jawa), bidari laut, mempoleh (Bangka), penawar pahit (Melayu), tongkat
ali (Malaysia), dan plaalai-pueak (Thailand).
Ciri-cirinya
: Pasak bumi berbentuk pohon kecil dengan ketinggan sampai 20 m. Lebar daun 1
cm, anak daun 11-35, melanset, tepi daun merata dengan ukuran 2,5-14,2×0.7-4,5
cm. Perbunggan malai, berbulu pada semua bagian bunga. Bungannya berwarna
merah, sedangkan buahnnya berwarna hijau ketika muda dan berubah menjadi kuning
kemerahan dan kehiitaman saat masak.
Manfaatnya
: Akar pasak bumi digunakan sebagai oobat kuat, penurun panas, antimalaria, dan
disentri. Kulit kayunnya digunakan untuk obat demam, sariawan, cacing perut,
tonik setelah melahirkan, dan sakit tulang, sedangkan daunnya untuk mengobati
penyakit gatal.Bunga dan buahnya digunakan untuk obat disentri.Seluruh bagian
tanaman digunakan untuk mengobati sakit kepala, sakit perut, dan nyeri tulang.
Bahan
kimia yang dikandungnya: Pasak bumi
mengandung senyawa kimia, antara lain, eurikomalakton, laurikolakton A, B,
dehidroeurikomalakton, eurikomanon, eurikomanol, benzoqui-non, sterol, saponin,
dan asam lemak sterol ester.
2. SENDUDUK
Senduduk
merupakan tumbuhan liar, berumur menahun, batang perdu, berkayu,
bercabang.Cabang bagian ujung bentuknya segi empat, kulit batang warna ungu
muda, tinggi batang mencapai 4 m. daun warna hijau, tangkai dan tulang daun
hijau keunguan.Bentuk daun bundar, bundar telur atau lonjong, pinggir daun
rata, kedua permukaan daun berbulu halus dan rapat, duduk daun berseling
berhadapan.Bunga mengelompok pada ujung cabang, berwarna ungu muda, berbunga
sepanjang tahun.Buah buni, kulit buah warna cokelat muda, bulat seperti vas
bunga. Daging buah warna ungu, rasanya manis, pada kulit buah terdapat banyak
biji. Buah yang matang kulitnya pecah. Seduduk berkembang biak dengan biji.
Manfaatnya : Kegunaan
seduduk berkhasiat mengobati mabuk karena minuman alkohol, mencret dan
keputihan, obat kumur, penenang, luka baker, mejen, cacingan pada anak-anak,
diare, sariawan, pendarahan rahim, bisul, keracunan singkong, luka baker, dan
luka berdarah.
kandungan kimia seduduk adakah tannin dan saponin.
3.
PAKU-PAKUAN
Tumbuhan paku (atau paku-pakuan) adalah sekelompok tumbuhan yang telah
memiliki sistem pembuluh sejati (kormus) tetapi tidak menghasilkan biji untuk
reproduksinya.Alih-alih biji, kelompok tumbuhan ini masih menggunakan spora sebagai
alat perbanyakan
generatifnya.
Ciri-ciri tumbuhan paku :
1.
Umumnya hidup ditempat-tempat
lembab, danau, sungai, atau ada juga yang menumpang pada organisme lain
(tumbuhan lain).
2.
Sudah mempunyai akar, batang, daun
yang sudah jelas (sudah dapat dibedakan).
3.
Mempunyai jaringan epidermis,
korteks dan jaringan pengangkut xilem dan floem.
4.
Bereproduksi dengan spora, yaitu
dengan cara aseksual dan seksual dan juga metagenesis.
5.
Tumbuhan paku pada tepi daunnya
mempunyai sorus (kumpulan dari sporagium).
6.
Tumbuhan paku mudah, daunnya
biasanya mempunyai ciri khas selalu menggulung.
F.
PEMBAHASAN
Pada percobaan pembuatan herbarium ini tanaman yang
digunakan yaitu tumbuhan pasak bumi, senduduk dan paku-pakuan.Pembuatan
herbarium kering memang sangat sederhana karena hanya menggunakan alkohol 96%.
Dengan hanya menyemprotkan alkohol 96 % specimen yang telah diletakkan pada
kertas koran dan dipress dengan sasag bisa langsung dijemur. Namun dalam hal
penyemprotan dengan alkohol 96 %, harus dilakukan dengan baik dan teliti.Semua
bagian dari tumbuhan harus terkena semprotan alkohol 96 % secara merata. Jika
tidak merata akan mengakibatkan hasil dari herbarium tidak terlalu baik atau
proses specimen tanaman untuk menjadi kering sangat lama.
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, proses
setiap specimen tumbuhan untuk menjadi kering membutukan waktu yang cukup lama
dan berbeda-beda.Salahsatu faktor yang menyebabkan waktu pengeringan lama,
karena cuaca yang tidak begitu terik. Jika saja cuaca setiap harinya terik,
mungkin waktu yang dibutuhkan specimentumbuhan untuk kering tidak akan lama.
Namun bukan faktor cuaca saja, setiap specimentumbuhan memerlukan waktu yang
berbeda untuk kering dikarenakan setiap specimentumbuhan memiliki karakteristik
khusus.
Hal ini dapat terlihat pada tumbuhan pasak bumi dan
senduduk yang memerlukan waktu yang sedikit lama dari specimen tumbuhan
lainnya. Selain itu, proses penyemprotan alkohol 96 % pun dapat menyebabkan
tumbuhan lama untuk kering. Meskipun tumbuhan pasak bumi dan senduduk memiliki
struktur yang keras namun pada hasil pengamatan, senduduk dan pasak bumi
memerlukan waktu yang lama. Hal ini dikarenakan pada proses penyemprotan
alkohol 96 % mungkin tidak merata ke seluruh bagian specimen tumbuhan. Warna
tumbuhan hasil pengamatan rata-rata berwarna coklat, namun memiliki variasi
warna coklat yang berbeda.
G.
KESIMPULAN
Herbarium merupakan suatu specimen dari bahan tumbuhan
yang telah dimatikan dan diawetkan melalui metode tertentu.Herbarium biasanya
dilengkapi dengan data-data mengenai tumbuhan yang diawetkan, baik data
taksonomi, morfologi, ekologi, maupun geografinya. Selain itu dalam herbarium
juga memuat waktu dan nama pengkoleksi
Pembuatan awetan specimen diperlukan untuk tujuan
pengamatan specimen secara praktis tanpa harus mencari bahan segar yang baru.
Terutama untuk specimen-specimen yang sulit ditemukan di alam.Awetan specimen
dapat berupa awetan kering dan awetan basah.Untuk awetan kering tanaman di
awetkan dalam bentuk herbarium. Jadi, praktikum kali ini dapat disimpulkan
bahwa :
·
Herbarium merupakan salahsatu
pengawetan tumbuhan dengan cara kering.
·
Setiap specimen daun memerlukan
waktu yang berbeda untuk kering. Sesuai dengan struktur dari tumbuhannya serta
perendaman alkohol yang merata atau tidak merata.
2.3 INVENTARISASI
SERANGGA
A.
PENDAHULUAN
Hutan
merupakan sumber daya alam yang sangat potensial dalam mendukung keanekaragaman
flora dan fauna.Salah satu sumber daya hutan adalah serangga tanah.Serangga
tanah adalah serangga yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah
maupun yang terdapat di dalam tanah.Serangga permukaan tanah, sebenarnya
memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup, tetapi juga memakan tumbuhan-tumbuhan yang
sudah mati. Serangga permukaan tanah berperan dalam proses dekomposisi. Proses
dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang
oleh kegiatan serangga permukaan tanah.
Keberadaan
serangga permukaan tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi
dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik dan
biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah.
Dengan ketersediaan energi dan hara bagi serangga permukaan tanah tersebut,
maka perkembangan dan aktivitas serangga permukaan tanah akan berlangsung baik.
Secara garis besar proses perombakan berlangsung sebagai berikut : pertama
perombak yang besar atau makro fauna meremah-remah substansi habitat yang telah
mati, kemudian materi ini akan melalui usus dan akhirnya menghasilkan
butiran-butiran feses. Feses juga dapat juga dikonsumsi lebih dahulu oleh mikro
fauna dengan bantuan enzim spesifik yang terdapat dalam saluran pencernaannya.
Penguraian akan menjadi lebih sempurna apabila hasil ekskresi fauna ini
dihancurkan serangga pemakan bahan organik yang membusuk, membantu merubah
zat-zat yang membusuk menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Banyak jenis
serangga yang sebagian atau seluruhb hidup mereka didalam tanah.Tanah tersebut
memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang, pertahanan dan seringkali
makanan.Tanah tersebut diterobos sedemikian rupa sehingga tanah menjadi lebih
mengandung udara, tanah juga dapat diperkaya oleh hasil ekskresi dan
tubuh-tubuh serangga yang mati.Serangga tanah memperbaiki sifat fisik tanah dan
menambah kandungan bahan organiknya.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi keberadaan serangga tanh di hutan, adalah struktur tanah
berpengaruh pada gerakan dan penetrasi, kelembaban tanah dan kandungan hara
berpengaruh terhadap perkembangan dalam daur hidup, suhu tanah mempengaruhi
peletakan telur, cahaya dan tata udara mempengaruhi kegiatannya.
Hutan
Larangan Adat Kecamatan Kampar adalah salah satu kawasan hutan hujan tropis
yang menyediakan sumber kehidupan bagi satwa yang terdapat di dalamnya,
termasuk serangga permukaan tanah.Kondisi hutannya yang memiliki kelembaban
tinggi merupakan salah satu habitat yang disukai oleh serangga permukaan tanah.
B.
TUJUAN
Praktikum
ini bertujuan:
1. Untuk
melihat komposisi dan keanekaragaman serangga permukaan tanah pada hutan
sekunder UIN SUSKA RIAU dan Hutan Alam Larangan Adat Kecamatan Kampar.
2. Untuk
melihat indeks kesamaan jenis serangga yang ada di kedua habitat.
C.
ALAT
DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan dalam
pembuatan perangkap jebak yaitu gelas plastik (luas permukaan 51,5 cm2
), lidi , styrofoam, sekop , alat tulis, kertas label, alkohol 70 % dan larutan
asam asetat 5%. Untuk mengukur faktor lingkungan digunakan pH meter, termometer
(Yenaco) dan mistar.Dalam pengumpulan sampel, alat yang digunakan yaitu pinset,
kantung plastik dan karet. Dalam identifikasi sampel serangga digunakan
mikroskop dengan perbesaran 20x. Untuk dokumentasi digunakan kamera digital.
D.
METODE
1. Penentuan
Lokasi
Lokasi pengambilan sampel dipilih
pada 2 kondisi habitat yang berbeda yaitu hutan sekunder UIN SUSKA RIAU dan
Hutan Alam Larangan Adat Kecamatan Kampar.
2. Pengambilan
dan Identifikasi Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan
cara memasang sepuluh perangkap jebak pada kedua habiat. Perangkap diisi dengan
larutan alkohol 70% dan ditambahkan larutan asetat 5% sebanyak 1 tetes pada
masing-masing perangkap. Perangkap dipasang secara random dan dibiarkan selama
3 hari kemudian sampel yang tertangkap dikumpulkan.Untuk kepentingan
identifikasi, sampel yang diperoleh kemudian dibawa ke laboratorium.
3. Analisis
data
a. Keanekaragaman
jenis ditentukan dengan menggunakan rumus indeks keanekaragaman Shannon-Wiener:
Keterangan
H’ = Indeks
Keanekaragaman Shannon-Wiener
ni=
Jumlah jenis yang didapat
N = Total jumlah jenis yang didapat
Besaran H’ <
1.5 menunjukkan keanekaragaman jenis tergolong rendah, H’ = 1.5 – 3.5 menunjukkan
keanekaragaman jenis tergolong sedang dan H’ > 3.5 menunjukkan
keanekaragaman tergolong tinggi.
b. Indeks
kesamaan jenis serangga pada dua habitat dihitung dengan uji Sorenson :
IS = [ 2 C / (A
+ B )] X 100 %
Keterangan:
IS = indeks kesamaan.
IS = indeks kesamaan.
C = jumlah jenis serangga yang ada di kedua
habitat, dimana jumlah nilai yang sama dan nilai terendah dari jenis-jenis yang
terdapat dalam dua habitat yang dibandingkan.
A = jumlah jenis
serangga yang hanya ada di habitatpertama
B = jumlah jenis
serangga yang hanya ada di habitat kedua.
E.
TUGAS
Identifikasilah jumlah serangga
yang terperangkap, kelompokkan mereka dan hitung indeks keragaman seranggapada
kedua habitat.
F.
HASIL
PENGAMATAN
NO
|
GAMBAR
|
NAMA
|
1
|
|
Laba-laba
|
2
|
|
Lalat longkang
|
3
|
|
Semut
besar hitam
|
Ket : gambar tidak dapat ditampilkan semua, karena
keadaan tubuhnya yang hancur
Tempat:
hutan larangan adat
Jenis
|
Ni
|
Pi
|
Ln pi
|
Pi ln pi
|
Laba – laba
|
3
|
0,2
|
-1,6
|
-0,32
|
Lalat
|
5
|
0,3
|
-1,2
|
-0,36
|
Semut
|
3
|
0,2
|
-1,6
|
-0,41
|
Nyamuk
|
4
|
0,26
|
-1,34
|
-0,34
|
Total
|
15
|
|
|
-1,43
|
H’ = -∑pi.ln pi
=-(-1,43,)
=1,43
H’
> 1,5 = keanekaragaman tergolong sedang
Tempat:
hutan uin suska
Jenis
|
Ni
|
Pi
|
Ln
pi
|
Pi
ln pi
|
Semut
|
2
|
0,4
|
-0,92
|
-0,368
|
Nyamuk
|
3
|
0,6
|
-0,51
|
-0,306
|
Total
|
5
|
|
|
-0,674
|
H’ = -∑pi.ln pi
=-(-0,674)
=0,674
H’
<1,5 = keanekaragaman tergolong rendah
IS =(2C/A+B)X100%
=2X7/15+5 X 100% = 70%
G.
PEMBAHASAN
Pada praktikum yang kami lakukan sedikit
sekali serangga yang kami temukan pada hutan di uin suska.Hal ini di sebabkan
karena lokasi praktikum kami tidak cukup memadai sebagai habitat serangga pada
umumnya dan cuaca yang tidak kondusif sehingga hasil yang kami peroleh
yaitu menunjukkan indeks keanekaragaman yang rendah.Pada hutan uin suska pada
perangkap 1, kami hanya mendapatkan 2nyamukdan 1 ekor semut. Pada perangkap
ke-2 kami mendapatkan nyamuk 1dan semut 1 ekor .Dari data di atas maka kami
mendapatkan 3 ekor nyamuk dengan 2 species semut.Kemudian dalam analisis data,
kami memperoleh indeks keanekaragaman yang rendah.Karena kami memperoleh Indeks
Keanakaragaman sebesar 0,674.
Kemudian praktikum keanekaragaman
hayati hari minggu selanjutnya di lakukan pada lokasi hutan larangan adat
Kampar , hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan serangga yang lebih
bervariasi . Pada praktikum ini kami memperoleh 15 ekor serangga dengan 4
species serangga. Yaitu Pada perangkap ke-1 kami mendapatkan 3laba- laba dan 5 lalat.
Pada perangkap
ke-2 kami mendapatka 3 semut dan 4 nyamuk. Sehingga dalam analisis
data,kami memperoleh indeks keanekaragaman yang sedang.Karena kami
memperoleh IndeksKeanakaragaman sebesar 1,43 atau 1,5.
H.
KESIMPULAN
Dalam praktikum ini bertujuan
untuk
mengenal beberapa anggota arthropoda,mampu mengidentifikasi
beberapa anggota arthropoda,serta mengetahui sejauh mana indeks keanekaragaman
arthropoda (jenis Serangga) yang kami teliti pada praktikum lapangan keanekaragaman hayati
di lokasi hutan uin suska Riau dan hutan larangan adat Kampar.Kami
dapat simpulkan bahwa ada beberapa species yang terdapat di Sekitar hutan uin suska Riau
dan hutan larangan adat Kampar yang mempunyai struktur Morfologi dan
Anatomi yang berbeda–beda.Dan dalam praktikun ini kami juga memperoleh Indeks
Keanekaragaman yang rendah serta sedang (pada praktikum di lokasi hutan
larangan adat Kampar maupun hutan kampus uin suska Riau
).Karena dalam analisis data kami memperoleh Indeks Keanekaragaman < 1,5 dan >1,5. Hal
ini disebabkan karena lokasi praktikum kami tidak cukup memadai sebagai habitat
serangga pada umumnya dan cuaca yang tidak kondusif sehigga hasil yang
kami peroleh yaitu menunjukkan indeks keanekaragaman yang bisa terbilang rendah.
2.4 INVENTARISASI
KUPU-KUPU
A.
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki sumber daya alam
hayati yang sangat tinggi, hampir sekitar 10% dari semua spesies makhluk hidup
yang ada di dunia ini terdapat di Indonesia. Kekayaan faunanya meliputi sekitar
400.000 spesies,7800 spesies merupakan kelompok vertebrata yang terdiri dari
1500 spesies burung, 800 spesies mamalia, 2500 spesies ikan, 200 spesies reptil
dan 1000 spesies amfibi ( Ditjen PHPA,1993).
Kupu-kupu merupakan salah satu
keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia.Kupu-kupu termasuk dalam ordo
Lepidoptera, yakni serangga yang sayapnya ditutupi oleh sisik. Kupu-kupu
merupakan bagian kecil (sekitar 10%) dari 170.000 jenis Lepidoptera yang ada di
dunia dan jumlah jenis kupu-kupuyang telah diketahui diseluruh dunia
diperkirakan ada sekitar 13.000 jenis, dan mungkin beberapa ribu jenis lagi
yang belum dideterminasi (peggie 2004). Arti kupu-kupu bagi manusia tidak hanya
sebagai obyek yang memiliki keindahan, namun dalam banyak hal kupu-kupu
memiliki arti penting lain. Penyebaran geografi yang mantap dan keanekaragaman
kupu-kupu dapat memberikan informasi yang baik dalam studi lingkungan sebagai
indikator lingkungan, serta perubahan yang mungkin terjadi. Kupu-kupu juga
memberi andil yang sangat berarti dalam mempertahankan keseimbangan alam dengan
bertindak sebagai penyerbuk pada proses pembuahan bunga bersama hewan penyerbuk
lainnya (Hamidun 2003).
Kupu-kupu merupakan bagian dari
keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun
penurunan keanekaragaman jenisnya. Kupu-kupu telah banyak memberikan manfaat
dalam kehidupan manusia, seperti estetika atau keindahan, budaya pendapatan
ekonomi, penelitian, petunjuk mutu lingkungan, dan penyebaran tumbuhan (Achmad
2002).keberadaan kupu-kupu tidak terlepas dari daya dukung habitatnya, yakni
habitat yang memiliki penutupan vegetasi perdu dan pohon yang berakar kuat,
serta adanya sungai-sungai yang mengalir. Kerusakan alam seperti berubahnya
fungsi areal hutan, sawah, dan perkebunan yang menjadi habitat bagi kupu-kupu ,
dapat menyebabkan penurunan jumlah maupun jenis kupu-kupu di alam.
Hutan kampus uin suska Riau
terletak didesa Limbangan, kecamatan Limbangan, kabupaten Kendal, Provinsi Jawa
tengah.Hutan kampus uin suska Riau termasuk salah satu kawasan hutan yang
diperkirakan memiliki keanekaragaman satwa liar termasuk kupu-kupu yang cukup
tinggi. Lokasi hutan kampus uin suska Riau terletak dikawasan perbukitan dan
termasuk kawasan yang masih dijumpai berbagai macam tipe habitat seperti
tegakan pohon, vegetasi semak berumput, semak belukar, alang-alang, berdekatan
dengan ladang, kebun,sawah dan pekarangan penduduk. Hutan kampus uin suska Riau
saat ini mengalami tekanan dari berbagai aktivitas masyarakat di sekitar hutan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.Tekanan tersebut berupa
pengambilan sumber daya hutan seperti penebangan kayu dan reklamasi hutan untuk
dijadikan sebagai area perkebunan. Kondisi tersebut dapat berdampak buruk bagi
keberadaan kupu-kupu di hutan kampus uin suska Riau, karena kupu-kupu akan
kehilangan habitat yang menjadi tempat hidupnya. Berbagai upaya telah dilakukan
termasuk adanya peraturan desa yang menetapkan area desa tersebut sebagai
daerah konservasi, namun pada pelaksanaan di lapangan tetap saja terjadi
pelanggaran walaupun sudah mulai berkurang.
Untuk mengantisipasi terjadinya
kerusakan tersebut, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
peningkatan kesajahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan potensi
kupu-kupu di hutan kampus uin suska Riau sebagai ekoturisme.Untuk mengetahui
potensi kupu-kupu di dalam hutan kampus uin suska Riau perlu dilakukan berbagai
penelitian, terutama penelitian mengenai kekayaan jenis kupu-kupu.Hasil dari
penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data awal untuk pengembangan
kawasan hutan kampus uin suska Riau sebagai kawasan ekoturisme.
B.
TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui jenis kupu-kupu yang ada di hutan kampus uin suska Riau, kecamatan
Limbangan , Kabupaten Kendal , Provinsi Jawa tengah.
C.
ALAT
DAN BAHAN
Materi pengamatan adalah
jenis-jenis kupu-kupu yang dijumpai di sepanjang jalur pengamatan, sedangkan
alat yang digunakan adalah teropong binokuler, jaring kupu-kupu, kaca pembesar,
kamera digital dan buku panduan lapangan tentang identifikasi kupu-kupu.
D.
METODE
1. Pengambilan
data jenis kupu-kupu dilakukan pada saat aktivitas kupu-kupu tinggi pada pukul
08.00-11.00 dan 13.00-16.00 dengan menggunakan metode eksplorasi.
Intventarisasi jenis kupu-kupu yang hadir pada hutan larangan adat dan kampus
UIN SUSKA RIAU dilakukan dengan mencatat semua jenis kupu-kupu, kemudian
diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi yang ada.
2. Data
hasil penelitian kemudian analisis dengan menggunakan analisis deskriptif.
E.
HASIL
PENGAMATAN
GAMBAR
|
NAMA
|
KLASIFIKASI
|
||||||||||||||
|
Ariedne
myrina
|
|
||||||||||||||
|
Delias
eucharis
|
|
||||||||||||||
|
Hypolimnas
bolina
|
|
|
Cethosia myrina
|
|
||||||||||||||
|
Eurema
hecabe
|
|
||||||||||||||
|
Troides vandepolli
|
|
||||||||||||||
|
Hypolimnas bolina
|
|
Gambar diatas merupakan hasil
identifikasi dari kelompok kami yang dilakukan di hutan kampus uin suska Riau
dan di lokasi hutan larangan adat Kampar tidak dilakukan identifikasi mengenai
kupu-kupu ini.
F.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil inventarisasi
yang dilakukan di lakukan di hutan kampus uin suska Riau, kami menemukan
sebanyak 7 jenis kupu-kupu dari 3 suku (famili) kupu-kupu di hutan kampus uin
suska Riau. Yaitu suku Nymphalidaeada 4 jenis , Pieridae
ada 2 jenis , dan Papilionidae
terdapat 1 jenis saja.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
kupu-kupu dihutan kampus uin suska Riau, di dominasi oleh famili Nymphalidae
yang terdapat 4 jenis spesies , Pieridae
terdapat 2 jenis spesies , dan Papilionidae
terdapat 1 jenis spesies saja. Jumlah kupu-kupu famili Nymphalidae
yang tinggi disebabkan oleh adanya kemampuan toleransi terhadap kondisi
lingkungan yang tinggi sehingga spesies-spesie dari famili ini mampu tetap
bertahan hidup di berbagai wilayah termasuk hutan kampus uin suska Riau.
Secara umum jumlah spesies kupu-kupu di hutan kampus uin suska
Riau dapat dikatakan tinggi.Hal ini karena di hutan Kampus uin suska Riau
memiliki beberapa tipe habitat yang didukung oleh melimpahnya tanaman di
dalamnya.Keberadaan spesies kupu-kupu dipengaruhi oleh keberadaan tumbuhan
inang yang menjadi pakan bagi ulat dan kupu-kupu.Kondisi hutan Kampus uin suska
Riau dengan berbagai macam tumbuhan yang relatif baik menjadi faktor penting
yang menyebabkan tingginya jumlah spesies di hutan tersebut.
Dengan mengetahui jenis-jenis kupu-kupu di hutan Kampus uin suska
Riau selanjutnya dapat dilakukan pengembangan pengelolaan keanekaragaman jenis
melalui perlindungan jenis kupu-kupu dan pengelolaan habitat
kupu-kupu.Pengelolaan keanekaragaman jenis kupu-kupu dapat mencakup sosialisasi
jenis-jenis kupu-kupu yang ada di hutan Kampus uin suska Riau serta statusnya
dan pelarangan segala bentuk penangkapan maupun perburuan jenis kupu-kupu,
khususnya kupu-kupu yang dilindungi dan
jenis endemik.Pengelolaan habitat kupu-kupu mencakup penjagaan kelestarian
habitat, perbaikan habitat seperti penambahan penanaman jenis tanaman inang,
tanaman penghasil nektar jika diperlukan dan pelarangan penebangan jenis
vegetasi yang sudah ada.
Vegetasi ini diharapkan menjadi bagian dari habitat pakan dan
berlindung bagi jenis kupu-kupu. Melihat besarnya potensi yang terkandung di
dalam hutan Kampus uin suska Riau khususnya mengenai potensi kupu-kupu, sangat
memungkinkan potensi tersebut untuk dapat dikelola dan dimanfaatkan sebagai
ekoturisme
G.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
kami lakukan di hutan kampus uin suska tepatnya didepan fakultas pertanian dan
peternakan dan gedung almaidah uin suska Riau dapat disimpulkan bahwa kupu-kupu
yang mendominasi dari famili Nymphalidae
yang terdapat 4 jenis , Pieridae
ada 2 jenis , dan Papilionidae
terdapat 1 jenis saja. Sebenarnya memang tidak begitu banyak kupu-kupu disana,
hanya di tempat tertentu saja misalnya di hutan dekat fakultas pertanian dan
peternakan.
Agar kupu-kupu tetap lestari di
lingkungan area kampus, tidak ada salah nya jika melakukan pengelolaam dan
penjagaan kelestarian kupu-kupu ini agar habitatnya lebih banyak dan bisa
dijadikan ekoturisme.
2.5 KONSERVASI SUMBER DAYA
GENETIK
A.
PENDAHULUAN
Indonesia dikenal sebagai salah
satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia.
Keanekaragaman hayati tersebut meliputi keanekaragaman ekosistem , spesies, dan
variabilitas genetik dari tumbuhan, hewan, serta jasad renik. Indonesia secar
geografis terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra
(Hindia dan Pasifik), jumlah pulau yang sangat banyak (lebih dari 17.000),
serta sifat geografisnya yang unik memungkinkan indonesia memiliki
keanekaragaman plasma nutfah yang sangat tinggi dengan tingkat endemisme yang
tinggi pula. Keanekaragaman ekosistem telah melahirkan keanekaragaman spesies.
Walaupun indonesia hanya memiliki luas daratan bumi sekitar 1,3% tetapi
memiliki 17% dari jumlah spesies dunia. Dari segi fauna indonesia memiliki
fauna dari kawasan Indo-Malaysia sebanyak 17% dari mamalia dunia, 15% amfibi
dan reptilia , 17 % dari semua burung dan 37% dari ikan dunia.
Pertambahan penduduk yang cukup
tinggi akan berdampak pada peningkatan kebutuhan pangan. Ketersediaan pangan
dan kebutuhan lain sangat dipengaruhi salah satunya adalah ketersediaan lahan.
Akhir-akhir ini untuk mendukung penyediaan lahan pertanian, maka lahan hutan
yang merupakan tempat hidup plasma nutfah cenderung dikonservasi menjadi lahan
pertanian, akibatnya banyak plasma nutfah yang terganggu keberadaannya dan
tidak jarang juga mengalami kepunahan/hilang.Oleh karena itu, upaya konservasi
atau pengamanan plasma nutfah tersebut harus dilakukan segera karena plasma
nutfah tersebut memiliki berbagai manfaat yang tidak ternilai, meskipun kadang
kala saat ini belum teridentifikasi manfaatnya secara jelas tetapi harus tetap
kita jaga dan pertahankan keberadaanya.
Di masa depan, plasma nutfah akan
lebih penting perananya dalam pembangunan mengingat kebutuhan dunia akan
bahan-bahan hayati untuk obat, varietas baru tanaman pertanian dan ternak,
proses industri, dan pengolahan pangan semakin meningkat. Tetapi prospek ini
tidak akan dapat diraih apabila erosi plasma nutfah yang diawali dengan
kerusakan sebagian ekosistem dan kepunahan beberapa spesies masih berlanjut
seperti yang terjadi sekarang ini apabila tidak dilakukan usaha pencegahan
secara lebih serius. Fokus dari pengelolaan plasma nutfah adalah melestarikan,
mengembangkan dan memanfaatkannya secara berkelanjutan, baik pada ekosistem
darat maupun laut, kawasan agroekosistem dan kawasan produksi, serta program
konservasi ex-situ.Upaya pengelolaan ini harus disertai dengan pemeliharaan
sistem pengetahuan tradisional dan pengembangan sistem pemanfaatan plasma
nutfah yang dilandasi oleh pembagian keuntungan yang adil.Unsur utama dari
pengelolaan plasma nutfah adalah pelestarian in-situ dan ex-situ dari plasma
nutfah yang kita miliki.
Konservasi in-situ adalah upaya
pengawetan jenis tumbuhan dan satwa liar di dalam habitat alaminya. Upaya
konservasi in-situ cukup efektif karena perlindungan dilakukan di dalam habitat
aslinya sehingga tidak di perlukan lagi proses adaptasi bagi tanaman yang
bersangkutan. Namun demikian, suatu kelemahan akan terjadi jika suatu jenis
yang dikonservasi secara in-situ tersebut memiliki penyebaran yang sempit,
kemudian tanpa diketahui terjadi perubahan habitat, maka akan sangat
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup jenis tersebut. Dan begitu pula jika di
daerah konservasi terjadi kebakaran atau bencana, dapat dipastikan seluruh
jenis yang terdapat didalamnya akan terancam musnah. Oleh karena itu, selain
upaya konservasi in-situ perlu dilengkapi dengan upaya konservasi ek-situ.
Konservasi eks-situ merupakan upaya
pengawetan jenis flora dan fauna di luar habitat aslinya.Kegiatan konservasi
eks-situ dilakukan untuk menghindari adanya kepunahan suatu jenis dengan
menyimpan variasi genetik yang ada di habitat alaminya.Hal ini perlu dilakukan
untuk mengingat tingginya tekanan terhadap habitat dan populasinya akibat
perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
B.
TUJUAN
Praktikum kali ini bertujuan agar
mahasiswa memahami melakukan konservasi eks-situ suatu spesies.
C.
ALAT
DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan
merupakan alat untuk mengambil tanaman atau bagian tanaman dari lapangan
seperti parang, sekop, kotak/box, alat tulis menulis dan lain-lainnya.
D.
METODE
1.
Eksplorasi
Eksplorasi dilaksanakan secar
bertahap dengan mengandalkan narasumber dan sumber informasi, baik langsung
dari pemberi informasi utama (key
informan) maupun data kepustakaan.Dalam kaitan ini dilakukan penggalian
informasi keberadaan contoh tanaman, pengumpulan contoh tanaman dan deskripsi
tanaman, konservasi contoh tanaman hasil eksplorasi.Eksplorasi didukung oleh keterangan
petani tentang prefensi mereka terhadap plasma nutfah. Keterangan dari petani
berupa tempat tumbuh tanaman yang akan dijadikan pertimbangan dalam
karakterisasi dan deskripsi.
Eksplorasi adalah kegiatan
pelacakan atau penjelajahan guna mencari, mengumpulkan, dan meneliti jenis
plasma nutfah tertentu untuk mengamankan dari kepunahan.Plasma nutfah yang
ditemukan diamati sifat fisik asalnya.Eksplorasi merupakan langkah awal dari
konservasi tanaman.Kegiatan tersebut diawali dengan inventarisasi tanaman atau
spesies tertentu yang ditetapkan, baik yang sudah dibudidayakan maupun spesies
liarnya.
Langkah pertama praeksplorasi
adalah mencari informasi kedinas- din as dan instansi terkait lainnya untuk
memperoleh informasi tentang jenis dan habitat tumbuhnya. Informasi ini
kemudian dikembangkan pada saat eksplorasi ke lokasi sasaran yang umumnya
daerah asal dan penyebaran jenis tanaman.Plasma nutfah tanaman hasil eksplorasi
dipelihara dikebun koleksi. Tanaman koleksi diamati pertumbuhannya, diukur
semua organ tanaman, dan dicatat
sifat-sifat morfologinya. Bahan yang dikumpulkan berupa bibit,biji dan
umbi.
2.
Konservasi
Untuk mempertahankan sumber daya genetik
yang ada dilakukan usaha pelestarian plasma nutfah secara eks-situ dalam bentuk
kebun koleksi, visitor plot, dan pot-pot pemeliharaan.
3.
Karakterisasi
dan evaluasi
Hasil eksplorasi tanaman kemudian
dibuat karakterisasinya meliputi bentuk tanaman, letak daun, bentuk daun, warna
daun, tepi daun, permukaam daunn, warna bunga, letak bunga, bentuk buah, bagian
tanaman yang bermanfaat, dan khasiatnya.Karakterisasi tanaman berada dalam
kondisi lingkungan optimal agar dapat tumbuh dengan baik. Sifat-sifat kuantatif
yang diamati antara lain adalah tinggi tanaman, hasil dan komponen hasil.
Karakteristik dilakukan dengan mengidentifikasi sifat fisik dan sifat fisiologi
spesifik dari tanaman yang ditemukan, termasuk potensial hasilnya.
4.
Deskripsi
Karakteristik lanjutan dan evaluasi
dilakukan dengan skala prioritas untuk mendapatkan deskripsi tanaman.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Keanekaragaman hayati merupakan ungkapan pernyataan terdapatnya berbagai macam
variasi, betuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada berbagai
tingkatan persekutuan makhluk hidup yaitu tingkatan ekosistem, tingkatan jenis,
dan tingkatan genetik.
adapun manfaat dari keanekaragaman hayati:
- Keanekaragaman hayati sebagai sumber kehidupan dan kelangsungan hidup bagi umat manusia, karena potensialnya sebagai sumber pangan, papan, sandang, dan obat-obatan serta kebutuhan hidup yang lain
- Keanekaragaman hayati merpakan sumber ilmu pengetahuan dan tekhnologi
- Mengembangkan sosial budaya umat manusia dan membangkitkan nuansa keindahan yang merefleksikan penciptanya.
SARAN
Berdasarkan permasalahan diatas kami sebagai generasi muda berharap,
keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia maupun didunia tetap terjaga dan
dilestarikan dan menjadi tugas kita semua untuk melestarikan keanekaragaman
yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Zulfahmi
dan Rosmainah. 2012. Penuntun praktikum
keanekaragaman hayati. Penuntun praktikum uin suska.Pekanbaru.
http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Singapore_Science_Centre_17,_Jul_06.JP
G
http://cyntia4ever-cyntia.blogspot.com/2012/03/tumbuhan-paku-biologi.html
Patrio sekolah rakyat.
2010. Inventarisasi kupu-kupu di hutan banyuwangi .laporan penelitian.Kendal.